Minggu, 21 Juni 2009

Upacara

( UPACARA )
Hari Suci Nyepi
Hari suci ini dirayakan setiap tahun sekali, yakni pada penanggal 1 (apisan) sasih kedasa. Rangkaian hari raya ini dimulai dari melis/mekiiss dan ngerupuk yang berlngsung pada sasih kesanga. Adapun keistimewaan dari hari suci ini adalah diawali dengan diadakannya arak-arakan mekiis/melis oleh umat, nuntun pratima/sthana Ida Bhatara dari masing-masing tempat suci menuju sumber mata air/sagara. Sehari sebelum perayaan Nyepi diadakan tawur/pecaruan yang bertempat dimasing-masing perempatan/catus pata, pelaksanaan tepat tengah hari. Pada waktu sore menjelang malam dilaksanakan arak-arakan ogoh-ogoh keliling wilayah desa. Kemudian keesokan harinya pada penanggal 1(apisan) sasih kedasa seharian penuh dilaksanakan”penyepian”. Umat biasanya denagn tertib dan hikmah mengikuti hari penyepian ini dengan seharian mulat/ngeret sarira tidak keluar rumah serta tidak melaksanakan aktifitas ekonomi sosial seharian penuh. Hakekat dari pelaksanaan hari suci penyepian ini adalah sebagai wujud penyucian bhuwana agung dan bhuana alit demi terwujudnyakeselamatannya,kesejahteraan, kebahagian lahir dan bathin alam semesta beserta isinya, berdasarkan satya/kejujuran, siwa/kesucian dan sundaram/keharmonisan.
Berdasarkan perhitungan tahun masehi, upacara hari raya penyepian ini dirayakan setiap tahun sekali guna menyambut datangnya tahun baru saka yang berakhir bertepatan dengan purwaning ilem sasih kesanga.Sedangkan tahun baru saka jatuh pada penanggal 1 (apisan) sasih kedasa. Menurut pandangan ajaran samkhya menyatakan bahwa sasih kesanga adalah merupakan puncakanya bulan-bulan kotor/cemer atau sasih butha. Sedangkan berdsarkan perputaran musim, seperti yang terjadi di Indonesia pada sasih kesanga ini adalah merupakan sasih/musim pergantian musim, yaitu dari musim hujan menuju musim panas. Sasih kedasa digolongkan sebagai sasih dewa sedangkan sasih kesanga digolongkan sebagai Bhuta.Sastra agama seperti Lontar Sundari Gama menjelaskan bahwa pada tilem sasih kesanga adalah hari baik untuk menyuycikan berbagai macam pralingga Ida Bhatara dengan mengambil tempat di tengah-tengah samudra menghadap pada sumbernya, yaitu Sang Hyang Acintya (Tuhan Yang Maha Esa) guna memohon Tirtha Amerta Kemandalu.
Berpangkal tolak dari ajaran sastra sundari gama tersebut, umat Hindu berkewajiban untuk berusaha bergerak mengikuti dinamika kehidupan yang bercorak religius tersebut, yang seirama dengan konsep ajaran Tri Kono, yaitu Utpati (lahir), Stithi (hidup), dan Pralina (mati). Begitu pula terkait dengan adanya dinamika kehidupan umat manusia dalam kurun waktu setahun ke depan yang diawali dengan : kehidupan baru, bereaktifitas dalam kerja, dan pada akhir tahun diadakan kembali/pralina.
Umat hendaknya memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hening,sepi dan kosong pada saat peenyapian sebagai simbul ketenanga awal untuk mengisi lembaran hidup baru setahun berikutnya.
Adapun secara berurutan rangkaian upacara hari penyepian yang patut kita laksanakan adalah sebagai berikut :
a. Makiis
Makiis sering juga disebut dengan nama melis, melasti. Upacara ini dilaksanakan oleh umat Hindu bertepatan dengan hari panglong ping 13 sasih kesanga. Aktifitas umat sedharma pada saat ini adalah mengarak seluruh pralingga sthana Ida Bhatara menuju segara/laut atau sumber mata air lainnya untuk dimohonkan penyucian kehadapan-Nya. Setelah kembali dari sumber mata air semua pralingga Ida Bhatara disthanakan di Pura desa/Bale Agung.

b. Tawur dan Pengerupukan
Upacara ini berlangsung pada saat purnamanig tilem sasih kesanga bertempat di perempatan desa setempat. Tujuanya adalah guna membersihkan dan menyucikan alaam semesta beserta isinya, dari pengaruh jahat para butha kala dapat dinetralisir/disomiakan sehingga tidak menggangu aktifits hidup umat manusia setahun berikutnya. Pada saat sore menjelang malam dilaksanakan pawai obor,kentongan yang kini dilengkapi dengan pawai ogoh-ogoh yang di arak keliling desa. Tujuanya adalah agar semua kekuatan jahat kembli ketemptnya, sehingga umat manusia tidak merasa terganggu lagi untuk melaksanakan aktifitas selanjutny. Upakara/banten tawur yang dipersembahkan disesuaikan dengan tingkan catus pata yang dipergunakan sebagai tempat menyelenggarakan upacara percaruan tersebut.

c. Nyepi
Di dalam lontar “ sundari gama “ dijelaskan upacara penyepian diselenggarakan sejak pagi buta (ngenah pis bolong keteng) sampai besok paginya selama 24 jam. Jadi pelaksanaanya adalah diantara akhir dan awal dari tahun saka sesudah dan sebelumnya. Selain itu juga dilengkapi dengan melaksanakan catur bratha penyepian, yang terdiri dari :
1. Amati geni : Umat dilarang menyalakan api, maksudnya adalah umat diharapkan mampu memadamkan api indria dengan jalan mengendalikan diri/mulat sarira.
2. Amati karya :Umat pantang untuk bekerja, yakni melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti mencari nafkah dan yang lainya.
3. Amati lelungaan : Umat pantang untuk melakukan perjalanan keluar rumah, kecuali yang bersifat sangat vital seperti petugas Negara.
4. Amati lelanguan : Umat pantang menikmati hiburan, lebih-lebih yang bersifat demonstartif seperti yang dapat mengganggu keheningan

d. Ngembak geni
Upacara ini dimulai setelah melewati waktu sebanyak 24 jam,yakni pada penanggal ke 2 (kalih) sasih kedasa.Upacara ini memiliki makna terkait dengan kehidupan umat manusia,yakni umat manusia mulai membuka lembaran kehidupan baru. Setelah sehari penuh mulat sarira/introspeksi diri,umat diharapkan mampu pada pase kehidupan tahun berikutnya mengisinya dengan lembarn baru, melanjutkan aktifitas yang bersifat positif dan meninggalkan aktifitas yang bersifat negatif.Dengan melaksanakan ngembak geni tersebut rangkaian hari suci penyepian telah berakhir.selanjutnya umat memiliki kewajiban moral untuk mewujud-nyatakan dalam kehidupan sehari-harinya.

Diringkas Oleh : Ni Ketut Patri
Sumger Buku : Widy Dharma Agama Hindu

Susila

( SUSILA )
TAT TWAM ASI DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA DI BALI
A.Pengertian Tat Twam Asi
Di dalam kitab Candayoga Upanisad, ada disebutkan Tat Twam Asi. Di dalam filsafat Hindu dijelaskan bahwa Tat Twam Asi adalah ajaran kesusilaan yang tanpa batas, yang identik dengan perikemanusiaan dalam Pancasila. Konsepsi sila perikemanusiaan dalam Pancasila, bila kita cermati secara sungguh-sungguh merupakan realisasi ajaran Tat Twam Asi yang terdapat dalam kitab suci weda. Dengan demikian, dapat dikatakan mengerti dan memehami, serta mengamalkan/melaksanakan Pancasila berarti telah melaksanakan ajaran weda. Karena maksud yang terkandung didalam ajaran Tat Twam Asi “ia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama” sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri.
B. Bentuk-bentuk ajaran Tat Twam Asi
Tat Twam Asi adalah ajaran moral yang bernafaskan ajaran agama Hindu. Wujud nyata /riil dari ajaran ini dapat kita cermati dalam kehidupan dan prilaku keseharian dari umat manusia yang bersangkutan. Manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam kebutuhan hidup yang dimotifasi oleh keinginan(kama) manusia yang bersangkutan.Sebelum manusia sebagai makhluk hidup itu banyak jenis, sifat, dan ragamnya, seperti manusia sebagai makhluk, individu, sosial, religius, ekonomis, budaya, dan yang lainnya. Semua itu harus dapat dipenuhi oleh manusia secara menyeluruh dan bersamaan tanpa memperhitungkan situasi dan kondisinya serta keterbatasan yang dimilikinya, betapa susah yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Disinilah manusia perlu mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, sehingga seberapa berat masalah yang dihadapinya akan terasa ringan. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran Tat Twam Asi, manusia akan dapat merasakan berat dan ringan hidup dan kehidupan ini.Semua diantara kita ini tahu bahwa berat dan ringan Rwabhineda itu ada dan selalu berdampingan adanya, serta sulit dipisahkan keberadaanya. Demikian adanya maka dalam hidup ini kita hendaknya selalu sering tolong menolong, merasa senasib dan sepenanggungan.
Misalnya, bila masyarakat Bali ditimpa bencana Bom, sebagai akibat dari bencana itu bukan hanya dirasakan oleh masyarakat Bali sendiri, melainkan juga dirasakan oleh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat duniapun juga ikut terkena biasnya. Bila seorang anak mendapat halangan /kecelakaan sehingga merasa sedih, rasa sedih yang diderita oleh anak yang bersangkutan juga dirasakan oleh orang tuanya. Demikian juga yang lainnya akan selalu dirasakan secara kebersamaan /sosial oleh masing-masing individu yang bersangkutan.
Jiwa sosial ini seharusnya diresapi dengan sinar-sinar kesusilaan tuntunan Tuhan dan tidak dibenarkan dengan jiwa kebendaan semata.Ajaran Tat Twan Asi selain merupakan jiwa filsfat social, juga merupakan dasar dari tata susila Hindu di dalam usaha untuk mencapai perbaikan moral. Susila adalah tingkh laku yang baik dan mulia untuk membina hubungan yang selaras dan rukun diantara sesame makhluk hidup lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. Sebagai landasan/pedoman guna membina hubungan yang selaras, maka kita mengenal, mengindahkan, dan mengamalkan ajaran moralitas itu dengan sungguh-sungguh sebagai berikut :
1.Kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran /norma-norma masyarakat yang timbul dari hatinya sendiri(bukan paksaan dari luar).
2. Rasa tanggung jawab atas tindakannya itu.
3. Lebih mendahulukan mementingkan umum dari pada kepentingan pribadi.
Sastra-sastra agama adalah sumber atau dasar dari tata susila(ethika) yang bersifat kokoh dan kekal, ibarat landasan dari suatu bangunan dimana bangunan yang bersangkutan harus didirikan. Jika landasannya itu tidak kuat/kokoh, maka bangunan itu aakan mudah roboh dengan sendirinya.Demikian pula halnya dengan tata susila bila tidak dilandasi dengan pedoman sastra-sastra agama yang kokoh dan kuat, maka tata susila tidak akan meresap dan mendalam di hati sanubari kita. Ajaran agama yang menjadi dasar dan pedoman tata susila Hindu diantaranya adalah ajaran Tri Kaya Parisuhda. Ajaran Tri Kaya Parisudha merupakan tiga kesusilaan yang penting sebagai bagian dari ajaran Dharma. Dengan demikian barang siapa yang dengan kesungguhan hati menganmalkan ajaranya itu sudah barang tentu akan selalu dalam keadaan selamat dan bahagia, karena ia selalu akan mendapat perlindungan dari perbuatanya yang baik itu.
Tata susila sering juga disebut dengan ethika(sopan santun). Ethika itu dapat diterapkan sesuai dengan tujuannya, bila manusia memiliki wiweka, yitu kemampuan membedakan dan memilih diantara yang baik dengan yang buruk , yang benar dengan yang salah dan lain sebagainya. Demikianlah tata susila dengan wiweka, keduanya saling melengkapi kegunaanya dalam hidup dan kehidupan ini.
Namun dewasa ini bila kita mau secara jujur mengakui, sesungguhnya banyak sekali tanda-tanda kemerosotan moral yang terjadi dilingkugan masyarakat, terutama dikalangan anak-anak(para remaja) kita, hal itu disebabkan oleh karena antara lain :
1. Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap individu yang ada dalam masyarakat.
2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan keamanan.
3. Pendidikan moral belum terlaksana sebagaimana mestinya baik dilingkungan sekolah, masyarakat, maupun ditingkat rumah tangga.
4. Situasi dan kondisi rumah tangga yang kurang stabil/baik.
5. Diperkenalkan secara popular obat-obatan dan sarana anti hamil.
6. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang kurang mengindahkan dasar-dasar,norma-norma/aturan-aturan tentang tuntunan moral.
7. Kurang adanya individu /organisasi/lembaga yang memfasilitasi tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan moral bagi anak-anak/remaja yang menganggur.
Bila ajaran Tat Twam Asi dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara menyeluruh dan sungguh-sungguh,dalam sifat dan prilaku kita maka kehidupan ini akan menjadi sangat harmonis.Satu dengan yang lainnya diantara kita dapat hidup saling menghormati, mengisi dan damai. Demikianlah ajaran Tat Twam Asi patut kita pedomi, cermati dan amalkan kehidupan sehari-hari ini.


Diringkas Oleh : Ni Ketut Patri
Sumber Buku : Widya Dharma Agama Hindu
(TATTWA)
TINJAUAN FILOSOFIS LONTAR SIWATATTWA PURANA

A. Pengertian Lontar Siwatattwa Purana
Untuk mendapatkan pengertian yang tepat dari masing-masing kata lontar Purana berikut akan diuraikan secara terperinci :
Menurut etimologi, kata lontar berasal dari gejala bahasa matatesis yaitu rontal adalah pohon rontal tempat mengambil daun ental.Pohon ental ini diambil daunya untuk dapat menulis pada jaman dahulu khususnya tulisan yang mengandung ajaran agama (Ginarsa,1970 : 31). Bila dilihat dari segi dimana ini merupakan suatu karya sastra atau kesusastraan secara tertulis “Kesusastraan atau karya sastra diciptakan oleh para punjangga dan terbesar dengan tulisan yang tertulis pada kertas atau lontar-lontar periode belakangan “ (Agastia,1982:2).
Dalam kamus kecil Sansekerta Indonesia kata “Siwa artinya baik hati,ramah,suka,memaafkan,menyenangkan,memberi banyak harapan dan membahagiakan” (Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Pemda Tk.I Bali, 1983/1984 : 248).
Kata Tattwa berasal dari bahasa Sansekerta “Tat” yang artinya itu,yang maksudnya adalah hakekat atau kebenaran (Thatnees) (Titib, 1989: 1).
Dalam sumber lainya kata Tattwa juga berarti falsafah (Filsafat agama). Maksudnya adalah ilmu yang mempelajari kebenaran sedalam-dalamnya (sebenarnya) tentang sesuatu seperti mencari kebenaran tentang Tuhan, tentang atma serta yang lainya. Sampai pada proses kepada kebenaran tentang reinkarnasi dan karmapala. “ Ajaran Tattwa bagi umat Hindu adalah merupakan inti daripada ajaran agama Hindu. Kata Tattwa pengertianya adalah kebenaran,kenyataan,sebenarnya,sesungguhnya,sungguh-sungguh hakekat,sifat kodrati “ (Wardiwarsito 1985 :590 ).
Dalam ajaran Tattwa, kebenara yang dicari adalah hakekat Brahman (Tuhan) dan segala sesuatu yang terkait dengan kemahakuasaan Tuhan, seperti yang disebutkan dalam buku Theologi Hindu, kata “ Tattwa “ berarti hakekat tentang Tat atau Itu (yaitu Tuhan dalam bentuk nirguna Brahman ). Penggunaan kata Tat sebagai kata yang artinya Tuhan, adalah untuk menunjukan kepada Tuhan yang jauh dengan manusia. Kata “ Itu “ dibedakan dengan kata “ Idam “ yang artinya menunjuk pada kata benda yang dekat (pada semua ciptaan Tuhan ) (Pudja,1977 : 12 ). Definisi di atas berdasarkan pada pengertian bahwa Tuhan atau Brahman adalah asal segala yang ada, Brahman merupakan primacosa yang adanya bersifat mutlak. Karena sumber atas semua yang ada, tanpa ada Brahman maka tidak mungkin semuanya ada ( Pudja, 1977 : 12 ).
Tattwa juga dapat diartikan kebenaran yang sejati dan hakiki. Penggunaan kata Tattwa ini sebagai istilah filsafat didasarkan atas tujuan yang hendak dicapai, oleh filsafat itu yakni kebenaran yang tertinggi dan hakiki ( Sudharta, 1987 : 3). Didalam lontar –lontar di Bali kata Tattwa inilah lebih sering digunakan jika dibandingkan dengan ke tiga istilah filsafat yang lainya, pendidikan, tempat suci, upacara yadnya, adat istiadat dan lainya, semua itu merupaka konsep dasar atau inti sarinya adalah Tattwa (Sindhu, dkk., 1981 : 16). Dengan pengertian tersebut diatas maka dapat diartikan bahwa Tattwa adalah suatu istilah filsafat agama yang diartikan kebenaran yang sejati dan hakiki yang didasari perenungan yang betul –betul memerlukan pemikiran yang cemerlang agar sampai kepada hakekat dan sifat kodrati.Selanjutnya kata “ Purana dalam Kamus Jawa Kuno Indonesia diartikan : buku cerita kuno yang jumlahnya ada 18 buah” (Wardiwarsito, 1985 : 448).
Dalam kamus kecil sansekerta Indonesia kata “ Purana diartikan barang-barang kuno,cerita mengenai jaman kuno,kitab yang membuat cerita-cerita kuno” ( Proyek Peningkatan Mutu Pendidikan Pemda Tk.I Bali, 1982/1983).
Dalam kitab Brahmanda Purana,kata Purana secara umum diartikan sebagai berikut :
“ Purana ialah berfungsi mendidik atau setidak-tidaknya berperan sebagai media dalam mempolakan pola budaya tradisional agama yang mencakup aspek filsafat hukum, sejarah, social, politik, mithologi dll “ (Sandhi, Pujda, 1981 : XX-XXI).
Berdasarkan atas kutipan-kutipan diatas, maka Siwatattwa Purana berarti suatu kitab kuno yang berisi tentang ajaran-ajaran kebenaran tentang Siwa dan ajararan keagamaan yang disampaikan dalam bentuk cerita-cerita.
Bila dibandingkan antara pengertian secara etemologi dan pengertian secara umum kemudia dibandingkan dengan isi yang tercantum dalam lontar tersebut, maka terdapat unsur kesamaan.
Kata Siwa dalam lontar ini disebut Sanghyang Jagatpati yang berkedudukan sebagai penghulu dewata yang identik dengan Tuhan Yang Maha Esa. Kata Siwa adalah istilah sasekerta yang dalam bentuk naunmasculinya bermakna Dewa atau Tuhan “ ( G.Pudja, Wiana, Sindhu, 1983 :14 ). Kemudian dihubungkan dengan kehidupan keagamaan maka lontar ini mengandung aturan-aturan beryadnya, baik manusa yadnya maupun pitra yadnya. Juga adanya ajaran yang patut dipedomi dalam ajaran susila yang patut dipedomi dan bertingkah laku. Unsur – unsur keindahan yang tidak tertinggalkan, yang mana unsur keindahan itu sudah bersatu dengan pola kehidupan masyarakat Hindu, baik dibidang arsiteknya,adat istiadatnya, dalam pelaksanaan upacara yadnya semuanya ini didukung oleh keindahan budaya Hindu.
Sesuai dengan ajaran yang bersifat tattwa, maka penuh dengan kiasan dan simbul. Karena tattwa adalah kepercayaan yang telah diyakini kebenaranya, sehingga Tattwa adalah agama yang dipatuhi dan ditunduki, sifatnya seperti cerita,tetapi kalau dikupas secara ilmiah bisa member arti yang dalam.








Diringkas Oleh : Ni Ketut Patri
Sumber Buku : Fakultas Hindu Dharma,Denpasar

( SUSILA )
TAT TWAM ASI DALAM KEHIDUPAN BERAGAMA DI BALI
A.Pengertian Tat Twam Asi
Di dalam kitab Candayoga Upanisad, ada disebutkan Tat Twam Asi. Di dalam filsafat Hindu dijelaskan bahwa Tat Twam Asi adalah ajaran kesusilaan yang tanpa batas, yang identik dengan perikemanusiaan dalam Pancasila. Konsepsi sila perikemanusiaan dalam Pancasila, bila kita cermati secara sungguh-sungguh merupakan realisasi ajaran Tat Twam Asi yang terdapat dalam kitab suci weda. Dengan demikian, dapat dikatakan mengerti dan memehami, serta mengamalkan/melaksanakan Pancasila berarti telah melaksanakan ajaran weda. Karena maksud yang terkandung didalam ajaran Tat Twam Asi “ia adalah kamu, saya adalah kamu, dan semua makhluk adalah sama” sehingga bila kita menolong orang lain berarti juga menolong diri kita sendiri.
B. Bentuk-bentuk ajaran Tat Twam Asi
Tat Twam Asi adalah ajaran moral yang bernafaskan ajaran agama Hindu. Wujud nyata /riil dari ajaran ini dapat kita cermati dalam kehidupan dan prilaku keseharian dari umat manusia yang bersangkutan. Manusia dalam hidupnya memiliki berbagai macam kebutuhan hidup yang dimotifasi oleh keinginan(kama) manusia yang bersangkutan.Sebelum manusia sebagai makhluk hidup itu banyak jenis, sifat, dan ragamnya, seperti manusia sebagai makhluk, individu, sosial, religius, ekonomis, budaya, dan yang lainnya. Semua itu harus dapat dipenuhi oleh manusia secara menyeluruh dan bersamaan tanpa memperhitungkan situasi dan kondisinya serta keterbatasan yang dimilikinya, betapa susah yang dirasakan oleh individu yang bersangkutan. Disinilah manusia perlu mengenal dan melaksanakan rasa kebersamaan, sehingga seberapa berat masalah yang dihadapinya akan terasa ringan. Dengan memahami dan mengamalkan ajaran Tat Twam Asi, manusia akan dapat merasakan berat dan ringan hidup dan kehidupan ini.Semua diantara kita ini tahu bahwa berat dan ringan Rwabhineda itu ada dan selalu berdampingan adanya, serta sulit dipisahkan keberadaanya. Demikian adanya maka dalam hidup ini kita hendaknya selalu sering tolong menolong, merasa senasib dan sepenanggungan.
Misalnya, bila masyarakat Bali ditimpa bencana Bom, sebagai akibat dari bencana itu bukan hanya dirasakan oleh masyarakat Bali sendiri, melainkan juga dirasakan oleh masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat duniapun juga ikut terkena biasnya. Bila seorang anak mendapat halangan /kecelakaan sehingga merasa sedih, rasa sedih yang diderita oleh anak yang bersangkutan juga dirasakan oleh orang tuanya. Demikian juga yang lainnya akan selalu dirasakan secara kebersamaan /sosial oleh masing-masing individu yang bersangkutan.
Jiwa sosial ini seharusnya diresapi dengan sinar-sinar kesusilaan tuntunan Tuhan dan tidak dibenarkan dengan jiwa kebendaan semata.Ajaran Tat Twan Asi selain merupakan jiwa filsfat social, juga merupakan dasar dari tata susila Hindu di dalam usaha untuk mencapai perbaikan moral. Susila adalah tingkh laku yang baik dan mulia untuk membina hubungan yang selaras dan rukun diantara sesame makhluk hidup lainnya yang diciptakan oleh Tuhan. Sebagai landasan/pedoman guna membina hubungan yang selaras, maka kita mengenal, mengindahkan, dan mengamalkan ajaran moralitas itu dengan sungguh-sungguh sebagai berikut :
1.Kelakuan yang sesuai dengan ukuran-ukuran /norma-norma masyarakat yang timbul dari hatinya sendiri(bukan paksaan dari luar).
2. Rasa tanggung jawab atas tindakannya itu.
3. Lebih mendahulukan mementingkan umum dari pada kepentingan pribadi.
Sastra-sastra agama adalah sumber atau dasar dari tata susila(ethika) yang bersifat kokoh dan kekal, ibarat landasan dari suatu bangunan dimana bangunan yang bersangkutan harus didirikan. Jika landasannya itu tidak kuat/kokoh, maka bangunan itu aakan mudah roboh dengan sendirinya.Demikian pula halnya dengan tata susila bila tidak dilandasi dengan pedoman sastra-sastra agama yang kokoh dan kuat, maka tata susila tidak akan meresap dan mendalam di hati sanubari kita. Ajaran agama yang menjadi dasar dan pedoman tata susila Hindu diantaranya adalah ajaran Tri Kaya Parisuhda. Ajaran Tri Kaya Parisudha merupakan tiga kesusilaan yang penting sebagai bagian dari ajaran Dharma. Dengan demikian barang siapa yang dengan kesungguhan hati menganmalkan ajaranya itu sudah barang tentu akan selalu dalam keadaan selamat dan bahagia, karena ia selalu akan mendapat perlindungan dari perbuatanya yang baik itu.
Tata susila sering juga disebut dengan ethika(sopan santun). Ethika itu dapat diterapkan sesuai dengan tujuannya, bila manusia memiliki wiweka, yitu kemampuan membedakan dan memilih diantara yang baik dengan yang buruk , yang benar dengan yang salah dan lain sebagainya. Demikianlah tata susila dengan wiweka, keduanya saling melengkapi kegunaanya dalam hidup dan kehidupan ini.
Namun dewasa ini bila kita mau secara jujur mengakui, sesungguhnya banyak sekali tanda-tanda kemerosotan moral yang terjadi dilingkugan masyarakat, terutama dikalangan anak-anak(para remaja) kita, hal itu disebabkan oleh karena antara lain :
1. Kurang tertanamnya jiwa agama pada setiap individu yang ada dalam masyarakat.
2. Keadaan masyarakat yang kurang stabil, baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, sosial, politik dan keamanan.
3. Pendidikan moral belum terlaksana sebagaimana mestinya baik dilingkungan sekolah, masyarakat, maupun ditingkat rumah tangga.
4. Situasi dan kondisi rumah tangga yang kurang stabil/baik.
5. Diperkenalkan secara popular obat-obatan dan sarana anti hamil.
6. Banyaknya tulisan-tulisan, gambar-gambar, siaran-siaran, kesenian-kesenian yang kurang mengindahkan dasar-dasar,norma-norma/aturan-aturan tentang tuntunan moral.
7. Kurang adanya individu /organisasi/lembaga yang memfasilitasi tempat-tempat bimbingan dan penyuluhan moral bagi anak-anak/remaja yang menganggur.
Bila ajaran Tat Twam Asi dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat secara menyeluruh dan sungguh-sungguh,dalam sifat dan prilaku kita maka kehidupan ini akan menjadi sangat harmonis.Satu dengan yang lainnya diantara kita dapat hidup saling menghormati, mengisi dan damai. Demikianlah ajaran Tat Twam Asi patut kita pedomi, cermati dan amalkan kehidupan sehari-hari ini.


Diringkas Oleh : Ni Ketut Patri
Sumber Buku : Widya Dharma Agama Hindu
( UPACARA )
Hari Suci Nyepi
Hari suci ini dirayakan setiap tahun sekali, yakni pada penanggal 1 (apisan) sasih kedasa. Rangkaian hari raya ini dimulai dari melis/mekiiss dan ngerupuk yang berlngsung pada sasih kesanga. Adapun keistimewaan dari hari suci ini adalah diawali dengan diadakannya arak-arakan mekiis/melis oleh umat, nuntun pratima/sthana Ida Bhatara dari masing-masing tempat suci menuju sumber mata air/sagara. Sehari sebelum perayaan Nyepi diadakan tawur/pecaruan yang bertempat dimasing-masing perempatan/catus pata, pelaksanaan tepat tengah hari. Pada waktu sore menjelang malam dilaksanakan arak-arakan ogoh-ogoh keliling wilayah desa. Kemudian keesokan harinya pada penanggal 1(apisan) sasih kedasa seharian penuh dilaksanakan”penyepian”. Umat biasanya denagn tertib dan hikmah mengikuti hari penyepian ini dengan seharian mulat/ngeret sarira tidak keluar rumah serta tidak melaksanakan aktifitas ekonomi sosial seharian penuh. Hakekat dari pelaksanaan hari suci penyepian ini adalah sebagai wujud penyucian bhuwana agung dan bhuana alit demi terwujudnyakeselamatannya,kesejahteraan, kebahagian lahir dan bathin alam semesta beserta isinya, berdasarkan satya/kejujuran, siwa/kesucian dan sundaram/keharmonisan.
Berdasarkan perhitungan tahun masehi, upacara hari raya penyepian ini dirayakan setiap tahun sekali guna menyambut datangnya tahun baru saka yang berakhir bertepatan dengan purwaning ilem sasih kesanga.Sedangkan tahun baru saka jatuh pada penanggal 1 (apisan) sasih kedasa. Menurut pandangan ajaran samkhya menyatakan bahwa sasih kesanga adalah merupakan puncakanya bulan-bulan kotor/cemer atau sasih butha. Sedangkan berdsarkan perputaran musim, seperti yang terjadi di Indonesia pada sasih kesanga ini adalah merupakan sasih/musim pergantian musim, yaitu dari musim hujan menuju musim panas. Sasih kedasa digolongkan sebagai sasih dewa sedangkan sasih kesanga digolongkan sebagai Bhuta.Sastra agama seperti Lontar Sundari Gama menjelaskan bahwa pada tilem sasih kesanga adalah hari baik untuk menyuycikan berbagai macam pralingga Ida Bhatara dengan mengambil tempat di tengah-tengah samudra menghadap pada sumbernya, yaitu Sang Hyang Acintya (Tuhan Yang Maha Esa) guna memohon Tirtha Amerta Kemandalu.
Berpangkal tolak dari ajaran sastra sundari gama tersebut, umat Hindu berkewajiban untuk berusaha bergerak mengikuti dinamika kehidupan yang bercorak religius tersebut, yang seirama dengan konsep ajaran Tri Kono, yaitu Utpati (lahir), Stithi (hidup), dan Pralina (mati). Begitu pula terkait dengan adanya dinamika kehidupan umat manusia dalam kurun waktu setahun ke depan yang diawali dengan : kehidupan baru, bereaktifitas dalam kerja, dan pada akhir tahun diadakan kembali/pralina.
Umat hendaknya memiliki kemampuan untuk menciptakan suasana hening,sepi dan kosong pada saat peenyapian sebagai simbul ketenanga awal untuk mengisi lembaran hidup baru setahun berikutnya.
Adapun secara berurutan rangkaian upacara hari penyepian yang patut kita laksanakan adalah sebagai berikut :
a. Makiis
Makiis sering juga disebut dengan nama melis, melasti. Upacara ini dilaksanakan oleh umat Hindu bertepatan dengan hari panglong ping 13 sasih kesanga. Aktifitas umat sedharma pada saat ini adalah mengarak seluruh pralingga sthana Ida Bhatara menuju segara/laut atau sumber mata air lainnya untuk dimohonkan penyucian kehadapan-Nya. Setelah kembali dari sumber mata air semua pralingga Ida Bhatara disthanakan di Pura desa/Bale Agung.

b. Tawur dan Pengerupukan
Upacara ini berlangsung pada saat purnamanig tilem sasih kesanga bertempat di perempatan desa setempat. Tujuanya adalah guna membersihkan dan menyucikan alaam semesta beserta isinya, dari pengaruh jahat para butha kala dapat dinetralisir/disomiakan sehingga tidak menggangu aktifits hidup umat manusia setahun berikutnya. Pada saat sore menjelang malam dilaksanakan pawai obor,kentongan yang kini dilengkapi dengan pawai ogoh-ogoh yang di arak keliling desa. Tujuanya adalah agar semua kekuatan jahat kembli ketemptnya, sehingga umat manusia tidak merasa terganggu lagi untuk melaksanakan aktifitas selanjutny. Upakara/banten tawur yang dipersembahkan disesuaikan dengan tingkan catus pata yang dipergunakan sebagai tempat menyelenggarakan upacara percaruan tersebut.

c. Nyepi
Di dalam lontar “ sundari gama “ dijelaskan upacara penyepian diselenggarakan sejak pagi buta (ngenah pis bolong keteng) sampai besok paginya selama 24 jam. Jadi pelaksanaanya adalah diantara akhir dan awal dari tahun saka sesudah dan sebelumnya. Selain itu juga dilengkapi dengan melaksanakan catur bratha penyepian, yang terdiri dari :
1. Amati geni : Umat dilarang menyalakan api, maksudnya adalah umat diharapkan mampu memadamkan api indria dengan jalan mengendalikan diri/mulat sarira.
2. Amati karya :Umat pantang untuk bekerja, yakni melaksanakan aktifitas sehari-hari seperti mencari nafkah dan yang lainya.
3. Amati lelungaan : Umat pantang untuk melakukan perjalanan keluar rumah, kecuali yang bersifat sangat vital seperti petugas Negara.
4. Amati lelanguan : Umat pantang menikmati hiburan, lebih-lebih yang bersifat demonstartif seperti yang dapat mengganggu keheningan

d. Ngembak geni
Upacara ini dimulai setelah melewati waktu sebanyak 24 jam,yakni pada penanggal ke 2 (kalih) sasih kedasa.Upacara ini memiliki makna terkait dengan kehidupan umat manusia,yakni umat manusia mulai membuka lembaran kehidupan baru. Setelah sehari penuh mulat sarira/introspeksi diri,umat diharapkan mampu pada pase kehidupan tahun berikutnya mengisinya dengan lembarn baru, melanjutkan aktifitas yang bersifat positif dan meninggalkan aktifitas yang bersifat negatif.Dengan melaksanakan ngembak geni tersebut rangkaian hari suci penyepian telah berakhir.selanjutnya umat memiliki kewajiban moral untuk mewujud-nyatakan dalam kehidupan sehari-harinya.

Diringkas Oleh : Ni Ketut Patri
Sumger Buku : Widy Dharma Agama Hindu